Pelatihan Gaya Hidup Ramah Lingkungan untuk Warga Kampung Cigarugak
Dua puluh dua orang ibu-ibu dari Kampung Cigarugak menghadiri undangan KAIL untuk mengikuti pelatihan tentang Gaya Hidup Ramah Lingkungan di Rumah KAIL,Minggu, 23 Maret 2014. Pelatihan ini merupakan kegiatan perdana dari rangkaian kegiatan yang diselenggarakan KAIL di Rumah KAIL di Kampung Cigarugak untuk warga sekitar.
Pelatihan ini mengulas berbagai permasalahan seputar sampah di kota Bandung, berbagai penyebab dan usulan penyelesaiannya. Dalam sesi awal tim trainer menggambarkan banyaknya sampah yang dihasilkan oleh warga Bandung dengan membandingkan volume sampah yang dihasilkan pertahun dengan besarnya Candi Borobudur, yaitu sebanyak 55 kali. Sampah sebanyak itu kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan biaya Rp. 30 juta per hari ketika TPAnya masih di Leuwigajah dan Rp. 100 juta per hari ketika TPA dipindahkan ke TPA Sari Mukti.
Para peserta diajak membayangkan betapa banyaknya sampah yang dihasilkan tersebut dan diajak melihat video mengenai kondisi TPA Leuwi Gajah. Tim trainer juga menunjukkan berbagai masalah yang ditimbulkan akibat sampah, di antaranya bau dan pemandangan tak sedap, berbagai penyakit dan kerusakan alam. Peserta juga diajak untuk membayangkan apa yang dapat dilakukan dengan uang yang tadinya digunakan untuk mengangkut sampah.
Tim trainer kemudian menawarkan dua penyelesaian mulai dari diri sendiri yang jika dilakukan oleh semua warga Bandung, maka 70% persoalan sampah dapat diselesaikan. Salah satu caranya adalah dengan mengkompos sampah yang berasal dari bahan-bahan organis. Proses mengkompos dapat dilakukan dengan beberapa cara. Bagi mereka yang memiliki lahan, mereka dapat membuat lubang kompos di halaman rumah mereka. Bagi mereka yang tidak memiliki lahan, mereka dapat menggunakan keranjang Takakura untuk membuat kompos di dalam ruangan. Jika seluruh bahan organis terkompos, maka 50% dari seluruh masalah sampah kota Bandung dapat diselesaikan.
Hal kedua yang disarankan adalah menggunakan kembali bahan-bahan non organis yang kita hasilkan. Kalaupun sudah tidak digunakan kembali kita dapat memberikannya kepada pemulung atau mereka yang masih membutuhkannya. Jika hal ini dilakukan oleh seluruh warga Bandung, maka 20% dari masalah sampah di kota Bandung dapat kita selesaikan.
Hal yang juga penting adalah pemisahan sampah oleh pengguna sejak awal. Sampah organis dan non organis jangan sampai tercampur kemudian baru dipisahkan kembali. Jika sudah terlanjur tercampur, maka akan membutuhkan waktu untuk memisahkan kembali. Di tambah lagi jika sampah non organis tercampur dengan sampah organis yang telah membusuk, maka selain membutuhkan waktu, maka ada bau dan tampilan tidak sedap yang harus dihadapi ketika memilah.
Yang juga tidak kalah penting adalah pemilihan produk yang kita gunakan. Semakin sedikit sampah yang kita hasilkan, semakin sedikit dampak yang kita hasilkan terhadap alam. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk hal ini antara lain: membawa botol minum sendiri, membawa wadah sendiri ketika berbelanja dan menghindari penggunaan produk berkemasan. Pelatihan ditutup dengan memberi kesempatan kepada para peserta untuk membuat komitmen pribadi untuk penyelesaian masalah sampah mulai dari rumah masing-masing.
Pelatihan ini diselenggarakan atas kerjasama KAIL dengan YPBB, Bandung. Pada pelatihan ini YPBB menurunkan 3 orang tim trainer Zero Waste, yaitu: RahyangNusantara, Jessisca Fam, Anilawati Nurwakhidin dan para relawan pendukung, yaitu Eli Ermawati dan Rikrik Sunaryadi.