Pada hari Minggu, tanggal 27 April 2014, KAIL kembali mengadakan workshop Hari Belajar KAIL (HBK). Tema kali ini adalah Arpillera (seni untuk perubahan). Sejak pagi, Rumah KAIL yang berlokasi di kampung Cigarukgak Kabupaten Bandung sudah dipenuhi oleh ibu-ibu rumah tangga yang berasal dari sekitar tempat itu, Mereka antusias mengikuti workshop yang digelar rutin sebulan sekali itu. Sekitar 10 ibu rumah tangga sudah berkumpul sambil duduk lesehan ditemani rumpian segar. Terlihat peralatan menjahit seperti jarum, benang, gunting dan kain perca sudah ditata rapi di ruangan.
Acara kemudian dibuka oleh Melly, koordinator HBK. Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan penjelasan tentang apa itu arpillera oleh Selly yang juga staf KAIL dari divisi kreatif. Penjelasan dimulai dengan sejarah awal mula kelahiran arpillera yaitu sebagai bentuk protes dari ibu-ibu yang suami dan saudara lelakinya menjadi korban kekerasan Jenderal Auguste Pinochet dari Chile. Selain itu arpillera berguna pula sebagai media trauma healing, penyampaian pesan, dan penyaluran perasaan. Bedanya arpillera dengan seni menjahit perca lainnya yaitu terletak pada makna yang dikandung dalam karya yang dibuat sang kreator.
Setelah penjelasan singkat tentang arpillera, Selly kemudian mengajak ibu-ibu untuk langsung praktek membuat karya seni perca untuk perubahan tersebut. Tidak perlu keahlian menjahit khusus dalam membuat arpillera, hanya kemauan, ketelitian dan kesabaran dalam membuatnya. Pekerjaan menjahit bukanlah hal yang asing bagi ibu-ibu. Terlihat mereka sangat bersemangat menuangkan gagasan ke dalam desain di kain, membentuk pola dan kemudian menjahitnya dengan sabar. Hanya satu kesulitan yang mereka hadapi, yaitu kemampuan untuk memasukkan benang ke dalam lubang jarum yang sangat kecil. Maklum beberapa ibu sudah termasuk sepuh.
Dua jam pun berlalu tidak terasa. Sebelum acara selesai, Melly mengajak para ibu untuk berbagi cerita tentang makna dan pesan apa yang terdapat di masing-masing karya arpillera peserta. Kebanyakan dari mereka menggambarkan pemandangan desa yang penuh pepohonan ataupun berbagai hal feminin terkait keseharian mereka sebagai ibu. Meskipun beberapa peserta terlihat malu-malu untuk bercerita tapi tetap terasa ada rasa bangga dari mereka.
Terakhir, acara ditutup dengan foto bersama semua peserta dan staf KAIL.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar